Selasa, 13 Desember 2011

PENANTIAN DI AKHIR HIDUPKU

      Oleh : Fajar Rianto (XII IPA 1)             
  Teeeeet-teeeet-teeeeet.
Bel sekolah berbunyi tiga kali menandakan seluruh murid SD N 1SENON pulang ke rumah masing-masing. Seluruh orang tua murid sudah menunggu untuk menjemput anaknya. Terkecuali Anto, anak yang baru duduk di kelas tiga SD yang tiap harinya selalu jalan kaki sejauh 1 kilometer dari rumah ke sekolahnya. Sesampainya di rumah. Tuk-tuk-tuk.
” Assalamualaikum, aku pulang bu” ujar Anto sambil membuka pintu depan. Karena ibunya tidak menjawab, maka Anto bertanya pada neneknya.
“mana ibu nek?” kata Anto.
“ibu dan ayah mu belum pulang Anto”
“Tapi nek, ibu dan ayah pergi dari sebelum aku bangun nek. Sampai sekarang belum pulang juga?” sewot Anto.
“Nanti lanjutkan lagi, sekarang kamu ganti baju dulu dan makan” jawab  nenek lagi.
Anto pun pergi ke kamarnya untuk mengganti baju. Seusai mengganti baju, Anto tidak langsung ke ruang makan. Dia berdiam diri sambil merenungi sesuatu yang sedang terjadi pada keluarganya. Tak lama kemudian Anto pun tertidur. Sementara itu, Riyadi kakaknya Anto baru pulang sekolah. “Aku pulang nek” sapanya dengan nada lesu.
 “kenapa terlambat pulang Yadi ?”
“Habis main ke rumah kawan nek. Ayah dan Ibu sudah pulang belum nek?”
“Belum” jawab Nenek.
Riyadi pergi ke kamarnya dengan raut muka muram. Dia pun sama seperti adiknya, langsung tidur tanpa makan dulu.
      Tak terasa hari suadh mulai gelap. Anto dan Riyadi bangun dari tidurnya. Neneknya pun dating ke kamarnya untuk membangunkan kedua anak tersebut.
“Yadi, Anto, ayo bangun ! Sebentar lagi adzan maghrib. Mandi sana.” seru nenek.
Anto pun bangun tanpa kata terucap dari mulutnya dan langsung beranjak ke kamar mandi. Sedangkan kakaknya masih tidur. Setelah Anto usai mandi, giliran Riyadi beranjak ke kamar mandi.  Seusai mandi, Anto dan Nenek sudah menunggu untuk shalat Maghrib berjamaah.
Usai shalat maghrib, Anto, Riyadi, dan Nenek makan malam bersama. Disaat sedang lahapnya makan, Anto pun berhenti menyuap nasi kemulutnya dan membantingkan sendok  ke piringnya.
“Ada apa Anto, kenapa tidak dilanjutin makannya?”  Tanya sang nenek keheranan.
“kulo nyuwun ngapuro ni, nanging mama lan bapak oppo sampun dahar teng mriko? (aku minta maaf nek, tapi ibu dan ayah sudah makan di sana?)”  tanya balik Anto.
“wes, ojo terlalu dipikirne. Bapak mu iso jaga diri kok. Ojo kawatir Anto (sudah, jangan dipikirkan. Ayahmu bisa jaga diri kok. Jangan khawatir)”. Balas nenek sambil senyum.
“ podo tindak teng pundi to ni? (pada pergi kemana nek)”.
Tapi nenek tidak menjawab pertanyaan dari Riyadi, karena nenek juga kurang tahu tentang kepergian orang tuanya.
“kenapa gak di jawab nek ?” bentak Riyadi.
“orang tua mu sedang cari uang, jadi jangan khawatir”.
Kedua anak tersebut pergi ke kamar meninggalkan meja makan. 
Malam telah berlarut.
Suara mobil berhenti di depan rumah. “Assalamualaikum” kata Pak Arif, ayah dari kedua anak tersebut.
Nenek pun membuka pintu depan dengan hati yang perihatin. Pak Arif bersama istrinya pun masuk kedalam rumah.
“Gimana kabar anak-anak ?” tanya pak Arif.
Tapi nenek tidak menjawab. Beberapa detik kemudian nenek berkata “ apa kamu gak kasihan sama anak-anak mu ?  setiap hari, sebelum mereka bangun kalian sudah pergi. Dan pulang setelah mereka tidur”. Pak Arif dan isatrinya hanya diam.
“Setiap pagi saat mereka bangun, mereka selalu sedih karena tidak ada yang bisa memberi semangat dalam hidupnya. Anak seumuran mereka yang seharusnya mendapat kasih sayang dari orang tuanya malah mendapat hari-hari yang suram tanpa orang tua setiap harinya” kata nenek dengan marah.
“memang tadi anak-anak bilang apa nek?” Tanya ayah denga heran.
Tapi nenek tidak menjawab pertanyaan Pak Arif, bahkan dia pergi ke kamarnya untuk istirahat.
Pak Arif dan istrinya pun duduk saling berdiam, merenungi kesalahan yang dia perbuat pada anak-anaknya.
Kukuruyuuuuk..
Suara ayam jago berkokok. Anto dan Riyadi bangun dari tidurnya. Betapa kagetnya Anto dan Riyadi ketika melihat ayah dan ibunya sudah ada di sampingnya.
“Sudah bangun nak” kata ayah. “Kenapa ayah tidak kerja” Tanya Riyadi.
“hari ini ayah tidak kerja, kan hari minggu” kata ayah sambil tersenyum.
“tapi minggu kemarin ayah tetap kerja” sahut Anto.
“nanti ayah certain apa yang terjadi”.
Anto dan Riyadi pun beranjak dari tempat tidur untuk cuci muka.
Seusai cuci muka dan sarapan pagi, satu keluarga kumpul di ruang tamu.
“Nak sekarang ayah dah gak punya apa-apa lagi.” Kata ayah.
“kok iso ngono kuwi to pak? (kok bisa kayak gitu pak?)”  balas Riyadi terheran.
“gini lho nak. Dulu waktu ayah beli mobil satu lagi, ternyata mobil tu dah telat bayar pajak selama 11 bulan. Tapi sang pemiliknya bilang Cuma baru 4 bulan. Terus ayah dating ke dealer mobil tersebut untuk menebus denda 4 bulan tersebut. Dan sampai di sana, mabil ayah ditahan karena sudah terlalu banyak denda yang belum dibayar. Karena ayah tidaj terima, ayah marah di tempat tersebut. Akhirnya ayah jadi buronan para poegawai dealer.
“jadi ayah pergi tiap hari hanya untuk menghindar dari buronan para pegawai tersebut?” kata Anto.
“bukan begitu ak, tapi ayah dan ibu pergi untuk cari uang buat bayar utang-utang ayah pada dealer tersebut.” Balas ayah.
“nak, sekiranya nanti ayah pergi merantau ke suatu tempat yang jauh, kamu jangan nakal ya nak. Tolong nurut samayang dikatakannenek mu, jangan pernak berkelahi lagi. Terus sekolah yang pintar ya nak. Jangan lupa belajar.” Kata ayah sambil menangis.
Tak lama kemudian ruangan tersebut menjadi pilu karena semua yang di ruangan tersebut menangis karena sedih.
Pada hari berikutnya, tidak seperti hari biasanya. Anto berangkat sekolah diantar oleh ayahnya  dengan mobil. Sampai di berbang sekolah, ayah Anto mencium kening Anto. Dan itu sangat membuat Anto sangat kaget.
“Belajar yang pinter ya nak” kata ayah. Anto hanya menganggukakan kepala seraya tersenyum.
 Pada jam pelajaran kedua,  sebuah mobil berhenti di halaman sekolah. Terlihat seorang ayah Anto  yang turun dari mobil. Kebetulan Anto sedang pelajaran kosong, dia langsung menemui ayahnya yang sudah menunggu di luar. “mau kemana yah?” Tanya Anto terheran.
“nak, ayah dan ibu mau pergi merantau ke suatu tempat yang jauh. Ayah janji, setiap 3 bulan sekali ayah pasti pulang ke rumah. Kamu jangan nakal ya nak.” Setelah itu ayah dan ibu Anto beranjak pergi. Anto hanya terdiam di halaman upacara. Dia hanya menangis melihat kepergian orang tuanya.  Teman-taman Anto menghampiri Anto. “ada apa to? Kenapa kamu menagis?” kata Laila.
“ayahdan ibu ku pergi jauh, dan aq gak tau kapan dia akan kembali menemui ku lagi” Balas Anto dengan nada lesu.
Seng sabar eo Anto. Bapak mu pasti balik meneh (yang sabar ya Anto. Ayah mu pasti kembali). Kata teman-temannya.
Anto pun hanya diam dan kembali memasuki kelas.
   Tiga bulan kemudian, Anto menunggu kedatangan orang tuanya. Tapi, orang yang ditunggunya itu tak datang juga. Bahakan berminggu-minggu Anto selalu duduk di muka rumah setiap sore.
“Anto ayo makan, dari tadi pagi kamu belum makan” kata Riyadi.
Tapi Anto sama sekali tidak menghiraukan perkataan kakaknya. Dia masih duduk di serambi depan, bahkan tak berpindah sedikitpun. Bahkan sampai suatu hari seorang guru matematiaka bertanya kepada neneknya.
“ada apa dengan Anto, kenapa dia tidak pernah berangkat sekolah beberapa minggu ini?”
Neneknya hanya bisa menggelengkan kepala. “ semenjak kepergian orang tuanya, dia bagaikan damar kurang minyak tanah. Hidupnya selalu melamun, tidak mau makan. Aku bingung harus bagaimana lagi.
Kemudian Guru matematika tersebut menghampiri Anto.
“Anto, kamu sedang apa di sini?. Teman-teman mu pada berangkat sekolah. Kamu gak sekolah?”.
Anto hanya tersenyum. “orang tua ku saja tidak perdulikan saya, jadi gak usahsok peduli”.
“Anto, orang tua mu itu sangat saying sama kau. Kamu gak boleh bilang kayak gitu.”
“semuanya sudah jelas. Sekarang saya tinggal menunggu ajal menjemputku agar dunia ini tidak menyiksaku”.
“Anto…..”
“sebaiknya Ibu guru kembali ke kelas untuk mengajar. Semua murid sudah menunggu”. Kata Anto memotong  perkataan gurunya.
Tak lama kemudian, gurunya pun kembali ke sekolah untuk mengajar.
“Nek, tolong tinggalkan Anto sendiri nek” pinta Anto.
Nenek hanya menganggukkan kepala dan menjauhinya.
    Malam telah tiba, tapi Anto tetap di luar rumah.
“kenapa kamu tidak masuk rumah?” kata Riyadi.
“Aku sedang menanti dua orang tamu yang malam ini akan membawa ku pergi”
“Anto, kapan ayah dan ibu akan pulang. Jangan terlalu berharap ayah dan ibu akan pulang malam ini”.
“Aku tidak berkata bahwa ayah dan ibu akan pulang mala mini. Aku Cuma bilang, malam ini akan datang dua orang tamu”
“Siapa itu?”
“Besok  kamu juga tahu”.
     Pagi telah tiba.
Sewaktu Riyadi hendak membuka pintu depan, betapa terkejutnya dia. Dia melihat adiknya tergeletak di serambi rumah. Riyadi segera berlari menghampiri adiknya yang sedang tergelatak.
“Anto, bangun Anto” . kata Riyadi dengan cemas.
Sewaktu di periksa, Anto sudah tidak bernyawa lagi.
Riyadi berteriak memanggil neneknya dengan suara tangisan. Neneknya pun segera menghampiri Riyadi yang terdengar sedang menangis.
“Ada apa Riyadi, kenapa kamu menagis?”
“Anto nek, Anto sudah tiada nek”
Tak lama kemudian, rumah tersebut dipenuhi orang dengan rasa iba. Tepat setelah shalat dzuhur, jenazah Anto pun segera dikebumikan di pemakaman terdekat.
Setelah semua takziah pulang, pemakaman tersebut sepi kembali.
Tiga tahun setelah meninggalnya Anto, Riyadi menjadi anak yang gila. Dia menganggap semua teman yang di temuinya adalah Anto, saudara kandung yang sudah pergi meniggalkannya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;